Pagi ini masih
terlihat sama seperti pagi pagi sebelumnya, Nandya bangun dengan mata yang
bengkak, rambutnya sangat tak beraturan, ia terdiam sebentar dengan posisi masih
terduduk di kasur, teringat pertengkaran semalam dengan Dindo sang kekasih
“ ah jadi apa
yang herus kulakukan sekarang?” katanya pelan
Lalu Nandya
bergegas mandi untuk bersiap mencari sarapan di luar. Hari itu suasana kos
terlihat lebih sepi dari biasanya, tidak ada suara ramai para wanita wanita
bergosip di sebelah kamarnya, nandya senang dengan hal itu.
Nandya
memutuskan makan bubur di samping kampus yang sering ia beli bersama dinda,
tapi hari ini ia sendirian makan disana, ninda sedang sibuk.
‘’bu, buburnya 1
ya, ga pake kacang, daun seledri, tapi ditambah ati ampla’’ katanya
“siap neng” kata
bu tyas penjual bubur
Saat itu bandung
sangat dingin, tapi suasana hati nanya sedang buruk karna pertengkaran semalam
dengan Dindo yang dia juga tidak tau apa penyebabnya , lalu terdengar suara
telephone dari handphon Nokia Nandya.
“halo…”
“sayang aku
jemput ya sekarang , temenin aku ke jalan ABC , aku mau beli kebutuhan warung
nih, km dimana sekarang sayang” kata pria di sebrang telephone.
“eh hmmm km..
hmmm”
“kenapa sayang?
Mau enggak ? aku jemput sekarang nih ya” kata pria disebrang telephone yang
ternyata adalah Dindo.
“hmm iya .. aku
lagi makan bubur di samping kampus” jawab Nandya
“oke aku kesana
sekarang” lalu telephone terputus, nandya masih tak mengerti dengan sikap
Dindo.
20
menit kemudian suara motor Minerva menghampiri kedai bubur kaki lima tersebut,
nandya sudah bisa menebak siapa yang datang.
“udahan
makannya ?” kata Dindo tersenyum pada Nandya.
“udah
dari tadi tau” Nandya menunjukan muka cemberut.
“hehe maaf maaf, aku lama ya sayang,
yuk kita berangkat sakarang aja biar bisa sempet kesana sini”
“oke deh bossssss” sambil meletakkan
telapak tangannya di kepala tanda hormat. Lalu mereka pergi menyusuri daerah
Alun-alun yang sudah cukup ramai siang itu. Tak disangka gerimis pun datang dan
semakin lama semakin membesar, mereka langsung memarkirkan motor di gedung
Login pusat perbelanjaan elektonik di jalan ABC. Hujannya makin lama makin
besar, tidak ada tanda tanda akan berhenti. Sambil menunggu hujan reda mereka
menyusuri jalan ABC untuk mencari barang barang yang dibutuhkan Dindo, setelah
kurang lebih 1 jam berkeliling mereka menemukan yang Dindo cari.
“ah hujannya masih deras, gimana
dong” kata nandya terlihat sedih
“hmm kita makan mie ayam yuk” kata
dindo tersenyum
“tapi aku kan baru makan” kata
nandya sambil memegangi perutnya . “nanti aku gendut loh” lanjut Nandya
tersenyum
“hahaha biarin biar kamu ga ada yang
naksir … atau gini aja kita pesen 1 aja kalau kamu masih kekenyangan aku yang
makan sisanya, gimana?” kata Dindo sambil memngelus rabut Nandya
“okeeeee”
Setelah
sekian lama ngobrol di tukang mie ayam mereka memutuskan pergi karena hujannya
sudah tinggal gerimis gerimis kecil, mereka menyusuri jalanan Bandung yang
bercahaya karena bekas siraman hujan, Dindo sangat suka Bandung yang berkilau
seperti itu, karena Dindo senang Nandya pun menjadi senang juga dengan suasana
Bandung yang seperti itu.
Mereka
berkeliling dengan senang hingga tak terasa sudah pukul 6 petang, hari yang
menyenangkan bagi Nandya, mungkin bukan menyenangkan tapi sangat menyenangkan.
Mereka memutuskan untuk makan malam di restoran burger di daerah sekitar kosan
Nandya, malam itu Nandya memesan cheese Burger, sedangkan Dindo tidak memesan
apapun karna kenyang. Mereka membicarakan banyak hal malam itu. Tapi pembicaraan
semakin lama semakin tidak nyaman karena Nandya mulai tidak enak badan dan
Dindo sedang kelelahan. Entah dari mana awalnya meraka pun bertengkar hebat dan
Nandya memilih untuk pergi dan berharap Dindo mengejarnya hanya untuk
menunjukan bahwa Dindo perduli dengannya, ya Nandya memang sedang egois, benar
benar sedang egois. Tapi tidak seperti
yang diharapkan Dindo tidak mengejar Nandya bahkan tidak menelephone sama
sekali, Nandya berfikir keras di perjalanan menuju tujuaan yang dia belum tau
akan kemana, nandya memutusan berhenti di halte, sembil memegang handphone
dengan tangan gemetaran karna kedinginan.
“kamu
jahat Dindo, kamu jahat!” katanya lirih, tapi sesaat kemudian dia memutuskan
menelpon Dindo mamastikan dia baik baik saja.
TUT.. TUT.. TUT “halo” suara Dindo
disebrang sana sanagt lirih
Nindya
hendak menyampaikan bahwa ia sangat khawatir namun entah kenapa yang terucap
malah “kamu jahat, kamu sudah ga perduli lagi kan dengan aku? JAHAT” katanya
sambil menangis , kata kata itu keluar mungkin karna ia merasa bodoh, ya saat
itu dia sangat merasa bodoh karna Dindo tidak menghawatirkannya, betapa
bodohnya ia jika ia menunjukan kekhawatiran . tp setelah selesai memaki maki
Dindo, ia merasa lebih bodoh lagi karena tidak dapat menguasai suasana yang
harusnya dia dapat kendalikan .
“kamu
diamana sekarang ? aku jemput ya?” kata
Dindo pelan, Nandya terdiam sebentar “kamu dimana sekarang , aku khawatir”
“aku di halte
BKR” katanya pelan menahan tangis
“iya aku jemput
ke sana sekarang” telponpun terputus
Beberapa
saat kemudian Dindo datang menjemputnya, tidak ada ekspresi yang berarti di
wajah Dindo saat itu , dia hanya terdiam melihat Nandya yang duduk sendirian di
halte bus. Nandya naik ke motor dan ingin rasanya ia memeluk Dindo saat itu.
Tapi.. dia takut.
Sesampainya
di kosan, Dindo izin pulang tapi Nandya mesih menangis entah kenapa, Dindo
menghapus air mata dan ingus yang mengalir tanpa rasa jijik, itu membuatnya semakin
menangis. Di dalam kamar Nandya tidak henti menangisi dirinya sendiri yang
menyedihkan. Dia baru ingat pertengkaran semalam pun harusnya tak terjadi
karena keegoisannya yang tidak bisa mengalah. Ia merasa begitu kejam dan egois,
entah awalnya salah siapa ini semua tapi pada akhirnya kedua pasangan harus
punya perasaan mengalah, dan Dindo menunjukan hal itu, dia adalah pria yang
egois tapi malam itu dia sangat menabjubkan.
“Terima
kasih Dindo untuk hari ini” katanya sambil masih menangis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar