Jumat, 12 Desember 2014

CERPEN: DIA ADALAH DINDO-KU



Pagi ini masih terlihat sama seperti pagi pagi sebelumnya, Nandya bangun dengan mata yang bengkak, rambutnya sangat tak beraturan, ia terdiam sebentar dengan posisi masih terduduk di kasur, teringat pertengkaran semalam dengan Dindo sang kekasih
“ ah jadi apa yang herus kulakukan sekarang?” katanya pelan
Lalu Nandya bergegas mandi untuk bersiap mencari sarapan di luar. Hari itu suasana kos terlihat lebih sepi dari biasanya, tidak ada suara ramai para wanita wanita bergosip di sebelah kamarnya, nandya senang dengan hal itu.
Nandya memutuskan makan bubur di samping kampus yang sering ia beli bersama dinda, tapi hari ini ia sendirian makan disana, ninda sedang sibuk.
‘’bu, buburnya 1 ya, ga pake kacang, daun seledri, tapi ditambah ati ampla’’ katanya
“siap neng” kata bu tyas penjual bubur
Saat itu bandung sangat dingin, tapi suasana hati nanya sedang buruk karna pertengkaran semalam dengan Dindo yang dia juga tidak tau apa penyebabnya , lalu terdengar suara telephone dari handphon Nokia Nandya.
“halo…”
“sayang aku jemput ya sekarang , temenin aku ke jalan ABC , aku mau beli kebutuhan warung nih, km dimana sekarang sayang” kata pria di sebrang telephone.
“eh hmmm km.. hmmm”
“kenapa sayang? Mau enggak ? aku jemput sekarang nih ya” kata pria disebrang telephone yang ternyata adalah Dindo.
“hmm iya .. aku lagi makan bubur di samping kampus” jawab Nandya
“oke aku kesana sekarang” lalu telephone terputus, nandya masih tak mengerti dengan sikap Dindo.
            20 menit kemudian suara motor Minerva menghampiri kedai bubur kaki lima tersebut, nandya sudah bisa menebak siapa yang datang.
            “udahan makannya ?” kata Dindo tersenyum pada Nandya.
            “udah dari tadi tau” Nandya menunjukan muka cemberut.
            “hehe maaf maaf, aku lama ya sayang, yuk kita berangkat sakarang aja biar bisa sempet kesana sini”
            “oke deh bossssss” sambil meletakkan telapak tangannya di kepala tanda hormat. Lalu mereka pergi menyusuri daerah Alun-alun yang sudah cukup ramai siang itu. Tak disangka gerimis pun datang dan semakin lama semakin membesar, mereka langsung memarkirkan motor di gedung Login pusat perbelanjaan elektonik di jalan ABC. Hujannya makin lama makin besar, tidak ada tanda tanda akan berhenti. Sambil menunggu hujan reda mereka menyusuri jalan ABC untuk mencari barang barang yang dibutuhkan Dindo, setelah kurang lebih 1 jam berkeliling mereka menemukan yang Dindo cari.
            “ah hujannya masih deras, gimana dong” kata nandya terlihat sedih
            “hmm kita makan mie ayam yuk” kata dindo tersenyum
            “tapi aku kan baru makan” kata nandya sambil memegangi perutnya . “nanti aku gendut loh” lanjut Nandya tersenyum
            “hahaha biarin biar kamu ga ada yang naksir … atau gini aja kita pesen 1 aja kalau kamu masih kekenyangan aku yang makan sisanya, gimana?” kata Dindo sambil memngelus rabut Nandya
            “okeeeee”
            Setelah sekian lama ngobrol di tukang mie ayam mereka memutuskan pergi karena hujannya sudah tinggal gerimis gerimis kecil, mereka menyusuri jalanan Bandung yang bercahaya karena bekas siraman hujan, Dindo sangat suka Bandung yang berkilau seperti itu, karena Dindo senang Nandya pun menjadi senang juga dengan suasana Bandung yang seperti itu.
            Mereka berkeliling dengan senang hingga tak terasa sudah pukul 6 petang, hari yang menyenangkan bagi Nandya, mungkin bukan menyenangkan tapi sangat menyenangkan. Mereka memutuskan untuk makan malam di restoran burger di daerah sekitar kosan Nandya, malam itu Nandya memesan cheese Burger, sedangkan Dindo tidak memesan apapun karna kenyang. Mereka membicarakan banyak hal malam itu. Tapi pembicaraan semakin lama semakin tidak nyaman karena Nandya mulai tidak enak badan dan Dindo sedang kelelahan. Entah dari mana awalnya meraka pun bertengkar hebat dan Nandya memilih untuk pergi dan berharap Dindo mengejarnya hanya untuk menunjukan bahwa Dindo perduli dengannya, ya Nandya memang sedang egois, benar benar sedang egois. Tapi  tidak seperti yang diharapkan Dindo tidak mengejar Nandya bahkan tidak menelephone sama sekali, Nandya berfikir keras di perjalanan menuju tujuaan yang dia belum tau akan kemana, nandya memutusan berhenti di halte, sembil memegang handphone dengan tangan gemetaran karna kedinginan.
            “kamu jahat Dindo, kamu jahat!” katanya lirih, tapi sesaat kemudian dia memutuskan menelpon Dindo mamastikan dia baik baik saja.
            TUT.. TUT.. TUT “halo” suara Dindo disebrang sana sanagt lirih
            Nindya hendak menyampaikan bahwa ia sangat khawatir namun entah kenapa yang terucap malah “kamu jahat, kamu sudah ga perduli lagi kan dengan aku? JAHAT” katanya sambil menangis , kata kata itu keluar mungkin karna ia merasa bodoh, ya saat itu dia sangat merasa bodoh karna Dindo tidak menghawatirkannya, betapa bodohnya ia jika ia menunjukan kekhawatiran . tp setelah selesai memaki maki Dindo, ia merasa lebih bodoh lagi karena tidak dapat menguasai suasana yang harusnya dia dapat kendalikan .
            “kamu diamana sekarang ? aku jemput ya?”  kata Dindo pelan, Nandya terdiam sebentar “kamu dimana sekarang , aku khawatir”
“aku di halte BKR” katanya pelan menahan tangis
“iya aku jemput ke sana sekarang” telponpun terputus
            Beberapa saat kemudian Dindo datang menjemputnya, tidak ada ekspresi yang berarti di wajah Dindo saat itu , dia hanya terdiam melihat Nandya yang duduk sendirian di halte bus. Nandya naik ke motor dan ingin rasanya ia memeluk Dindo saat itu. Tapi.. dia takut.
            Sesampainya di kosan, Dindo izin pulang tapi Nandya mesih menangis entah kenapa, Dindo menghapus air mata dan ingus yang mengalir tanpa rasa jijik, itu membuatnya semakin menangis. Di dalam kamar Nandya tidak henti menangisi dirinya sendiri yang menyedihkan. Dia baru ingat pertengkaran semalam pun harusnya tak terjadi karena keegoisannya yang tidak bisa mengalah. Ia merasa begitu kejam dan egois, entah awalnya salah siapa ini semua tapi pada akhirnya kedua pasangan harus punya perasaan mengalah, dan Dindo menunjukan hal itu, dia adalah pria yang egois tapi malam itu dia sangat menabjubkan.
            “Terima kasih Dindo untuk hari ini” katanya sambil masih menangis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar